BestStorageAuctions – Saya sempat khawatir saat mengetahui saga Planet of the Apes berlanjut dengan Kingdom of the Planet of the Apes. Waralaba itu telah melahirkan trilogi yang solid sekaligus revolusioner untuk sebuah reboot film sci-fi era modern.
Kingdom of the Planet of the Apes juga mengusung era baru dengan wajah berbeda di depan dan balik layar. Tak ada lagi Caesar sebagai jantung cerita trilogi, Andy Serkis sang pemeran simpanse legendaris, begitu pula dengan Matt Reeves yang meninggalkan kursi sutradara.
Kekhawatiran dan tanda tanya besar itu berbuah jawaban meyakinkan setelah menghabiskan 145 menit menonton film keempat tersebut. Kingdom of the Planet of the Apes sanggup mengikuti jejak waralaba Apes itu dengan cukup menjanjikan.
BACA JUGA : Review Cruella 2021
Sekuel ini masih menghadirkan premis yang sama dengan tiga film sebelumnya: Dapatkah manusia dan kera hidup berdampingan?
Premis itu kemudian dikembangkan menjadi narasi baru yang diramu Josh Friedman sebagai penulis naskah dan Wes Ball di kursi sutradara. Mereka lantas sepakat untuk mengambil latar jauh ke depan, tepatnya 300 tahun sejak kematian Caesar (Andy Serkis).
Keputusan itu memberi keleluasaan untuk membangun dunia yang baru bagi kera dan manusia. Josh Friedman memanfaatkan peluang itu dengan menunjukkan kera yang terus berjuang membangun peradaban lantaran menjadi spesies paling dominan di Bumi.
|
Di sisi lain, ia juga tidak luput memperlihatkan manusia yang mengalami kemunduran hingga menghilang dari peradaban. Era manusia pun nyaris berakhir sejak orang-orang yang tersisa berubah menjadi liar dan primitif.
Penggambaran tentang perubahan kondisi dunia setelah peristiwa War for the Planet of the Apes (2017) itu diracik rapi. Film ini menghormati trilogi pendahulunya dengan tetap menyelipkan peristiwa hingga warisan Caesar dalam bagian-bagian penting cerita.
Hal itu membuat peralihan cerita dari era Caesar menuju era Noa (Owen Teague) berjalan mulus. Kingdom of the Planet of the Apes bahkan mempertegas perubahan itu dengan memperlihatkan betapa eksistensi manusia dan kera sudah bertukar di Bumi distopia tersebut.
Tengok saja ketika salah satu adegan menampilkan Noa dan Raka (Peter Macon) berusaha menjinakkan manusia dengan memberikan apel. Berbagai karakter kera dalam cerita itu juga berulang kali menyebut manusia sebagai makhluk yang bodoh.
Pemandangan semacam itu tentu berbanding terbalik ketika kera masih dikurung dan dianggap primitif oleh manusia dalam Rise of the Planet of the Apes (2011).
Josh Friedman dan Wes Ball juga mengerahkan daya imajinasi mereka ketika membangun peradaban kera. Dunia baru itu dieksplorasi dengan menampilkan para kera yang membentuk klan dengan ciri khas masing-masing.
BACA JUGA : Review Film Underworld
Klan-klan dalam Kingdom of the Planet of the Apes juga dilengkapi detail imajinatif yang masih masuk akal. Klan Elang, misalnya, memiliki tradisi memelihara elang untuk berburu dan bertahan hidup.
Penulisan cerita menjadi semakin menarik karena dalam film ini, penulis menggambarkan watak kera yang tidak jauh berbeda dengan manusia jika sama-sama dibekali kecerdasan.
Pemikiran, motif, dan ambisi setiap karakter kera yang muncul itu terlihat bagaikan cermin yang memantul ke manusia. Friedman juga memberi porsi yang seimbang antara baik dan buruk, bahkan bagi Noe yang didapuk sebagai karakter utama.
Meski menjanjikan, Kingdom of the Planet of the Apes tetap sulit lepas dari kekurangan. Bobot cerita bermutu nyatanya tak dibarengi dengan pengaturan ritme yang proporsional.
Saya sesungguhnya cukup puas melihat babak pertama yang menampilkan awal perjalanan Noa dan Mae (Freya Allen) si perempuan misterius menuju Klan Kera Pesisir. Namun, tempo cerita itu beralih menjadi pelan ketika memasuki babak kedua cerita.
Tempo yang melambat pada pertengahan film sayangnya membuat saya harus berjibaku untuk menjaga antusiasme selama menonton. Untung saja “hambatan” itu berhasil tertolong ending cerita yang kembali menegangkan.
Proximus Caesar (Kevin Durand), kera berjenis bonobo, juga hanya mencapai level cukup ketika menjadi villain Kingdom of the Planet of the Apes. Ia sesungguhnya punya peluang menjadi villain kera yang lebih kompleks dibanding Koba dalam Dawn of the Planet of the Apes (2014).
Menurut saya, Proximus Caesar kurang mendapat porsi untuk menggambarkan sisi jahatnya. Padahal, ia sempat menunjukkan bagian itu ketika berbicara soal eksistensi manusia dan kera yang terlalu naif untuk dapat hidup berdampingan.
|
Karakter Mae dalam film ini juga masih dikisahkan secara dangkal. Namun, saya enggan menganggap itu sebagai kekurangan karena sekuel ini seperti baru menjadi awal bagi karakter manusia tersebut.
Namun, di samping catatan miring dalam urusan naskah, Kingdom of the Planet of the Apes masih tetap impresif berkat elemen teknis yang jempolan. Film keempat ini benar-benar ditunjang dengan eksekusi audio visual yang menakjubkan.
BACA JUGA : Review Film Fast X (2023)
Dunia distopia yang sudah tidak lagi dikuasai manusia berhasil digambarkan dengan menawan. Visualisasi itu didukung pengambilan gambar yang menarik berkat Wes Ball dan eksekusi sinematografer Gyula Pados.
Kamera sesekali bergerak cepat dan diarahkan secara close up mengikuti lincahnya kawanan kera yang tengah memanjat tebing. Pada momen lain, kamera dibiarkan diam dan dibidik secara long shot agar mata penonton mampu menangkap keindahan panorama zaman itu.
Efek CGI untuk setiap karakter juga patut diapresiasi. Film ini mampu mengoptimalkan suntikan dana besar-besaran untuk mengerjakan visual kera dengan detail yang mulus dan begitu nyata.
Eksekusi Kingdom of the Planet of the Apes semakin megah berkat scoring musik gubahan John Paesano. Komposisi dan penempatan scoring film ini mampu memperkuat nyawa setiap adegan.
Keberhasilan Kingdom of the Planet of the Apes secara umum menjadikan rilisan ini cukup pantas menyandang predikat penerus trilogi Planet of the Apes. Saya bahkan optimis film ini akan melahirkan trilogi baru jika capaian penjualannya memuaskan.
Namun, pastinya, Kingdom of the Planet of the Apes berhasil menjadi awal menjanjikan bagi waralaba yang tengah merintis era baru.